Jumat, 14 Oktober 2011

KISAH POHON APEL



Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.

Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu.

Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu.

Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel.

Wajahnya tampak sedih.
"Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.
"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu.
"Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
 

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi.

Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
"Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?"
"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.

Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi.

Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi.
Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

"Ayo bermain-main lagi deganku," kata pohon apel.

"Aku sedih," kata anak lelaki itu.

"Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"
"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya.

Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

"Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."
"Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.
"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel.
"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu.

"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.


Ini adalah cerita tentang kita semua.

Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.

Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.

Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.


Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan.

Dan,  yang terpenting: cintailah orang tua kita.

Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

Cerita penuh Insprasi


NILAI Dari Diri Kita…………..
Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:
“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.
“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”
Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan. :)
***
SahabatKu, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000
Sahabat Ku, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.
Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mataTuhan. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.
Kita tetap tak ternilai di mataTuhan.
Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.
Sahabat, akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.
Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.

GAYATRI MANTRA PENANGKAL ampuh BLACK MAGIC



Ya Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta,
jauhkanlah kami dari segala kejahatan dan
bimbinglah kami memperoleh yang
bermanfaat bagi kami
Yajurveda XXX.3.
Ada yang mengatakan agama Hindu sangat dekat dengan magic khususnya black magic, karena Hindu memuja dewi Durga! Bukankah Durga adalah ratunya para leyak? Kami terkejut mendengar pernyataan ini. Bahwa agama Hindu dinyatakan sebagai agama yang sangat dekat dengan black magic. Hindu Dharma atau agama Hindu meliputi cakupan yang sangat luas. Berbagai aspek kehidupan mendapat bimbingan dari ajaran Hindu. Agama Hindu senantiasa mengajarkan umat-Nya untuk senantiasa berbuat baik, menjauhkan diri dari segala bentuk kejahatan termasuk juga niat untuk berbuat jahat.
Kitab suci Veda, khususnya Atharvaveda dengan tegas menolak atau menjauhkan umat manusia dari kecendrungan untuk berbuat jahat. Mantram-mantram Veda selalu memberikan bimbingan dan perlindungan kepada umat-Nya. Kenyataannya masih saja ada manusia berbuat jahat. Memang dalam agama Hindu Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta dan segala isinya dalam dua kondisi, positif dan negatif, baik buruk jujur dan jahat dan lain sebagainya.
Kejahatan atau seseorang berbuat jahat menurut agama Hindu dipengaruhi oleh aspek negatif (Krodha) dari Tuhan Yang Maha Esa. Ketika Tuhan Yang Maha Esa menciptakan umat manusia, maka diciptakan pula Bhuta, Kala, Raksasa, Pisaca dan lain-lain yang akan mengganggu umat manusia. Penguasaan atau pengendali dari mahluk-mahluk ini Rudra, Durga atau Gana. Supaya umat manusia jangan sampai dikuasai oleh mahluk-mahluk atau kekuatan-kekuatan yang menyesatkan itu, setiap orang dituntut untuk mendekatkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa. Dalam Hindu Tuhan Yang Maha Esa dipuja melalui berbagai menifestasi-manifestasi-Nya. Diantara berbagai manifestasi atau Udbhava-Nya, maka manifestasi utama-Nya adalah sebagai Brahma, Visnu dan Siva dan ketiganya sering disubut dengan istilah Tri Murti (tiga perwujudan). Masing-masing dari manifestasi utama-Nya itu memiliki power, sakti atau kekuatan untuk menciptakan, memelihara dan melebur seluruh jagat raya, maka Brahma saktinya adalah Sarasvati, dewi ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, Visnu, saktinya adalah Sri dan Laksmi, dewi kemakmuran dan kebahagiaan dan Siva dengan saktinya Durga atau Parvati.
Kata Rudra artinya yang sangat menakutkan sedang kata Durga artinya yang sulit di atasi. Rudra adalah aspek Krodha dari Tuhan Yang Maha Esa. Iringan para Rudra adalah para Marut (Maruta), Bhuta, Kala, Raksasa, Pisaca, Asura dan lain-lain. Kekuatan-kekuatan negatif yang cenderung destruktif ini perlu pengendalian sehingga tidak menghancurkan umat manusia, untuk itu umat manusia dituntut untuk selalu mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa, Hayng Widhi atau Siva Mahadeva untuk keselamatannya.
Dalam agama Hindu Tuhan Yang Maha Esa digambarkan dalam dua aspek, yaitu aspek Santa (damai) dan aspek Krodha (marah). Demikian pula dewa Dharma adalah Yama pada saat mengadili orang-orang yang baik yang mengantarkannya mencapai sorga, tetapi sebaliknya bagi orang-orang jahat, Dharma adalah Yama yang mengerikan yang mengantarkan orang menuju neraka. Baik aspek Krodha maupun Santa dipuja oleh umat Hindu. Aspek Santa Tuhan Yang Maha Esa, misalnya Siva adalah Tuhan Yang Mahaesa yang menganugrahkan keberuntungan atau kerahayuan (the asupicious God), tetapi sebaliknya Ia menjadi Rudra yang sangat menakutkan, demikian pula Parwati adalah dewi yang maha kasih, tetapi Ia adalah Durga, dewi yang sangat menakutkan bagi pelaku perbuatan jahat.
Walaupun Durga adalah dewi yang menakutkan, tetapi umat Hindu juga memuja dewi ini. Dewi Durga atau Sang Hyang Rudra menganugrahkan kekuatan atau prana kepada umat manusia. Prana atau power ini dapat didaya gunakan untuk hal-hal yang positif, misalnya kita jumpai dalam ajaran Yoga atau Tantra. Power yang dimiliki dapat berubah menjadi negatif atau black magic bila digunakan untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan agama. Power yang diselewengkan inilah menjadi ajaran yang kita kenal di Bali dengan berbagai nama di antaranya adalah "Ajiwegig", ilmu untuk mencelakakan orang. Dalam "Ajiwegig" ini kekuatan Bhuta, Kala, Dengan, Desti dan sebagainya didaya gunakan dan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tersebut. Umat yang lemah Sraddha atau imannya, maka akan mudah ditundukkan oleh kekuatan-kekuatan negatif yang mencelakkan ini.
Gayatri Mantram Penangkal yang ampuh
Di antara ribuan mantram Veda yang merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa yang diterima oleh para Maharesi, maka Gayatri Mantra (mantra pertama dari puja Tri Sandhya) disebut sebagai mantra yang sangat bertuah dan paling ampuh dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Gayatri Mantra di dalam Atharvaveda (XIX) disebut sebagai Vedamata, ibu dari kitab suci Veda. Disebutkan pula bahwa Gayatri bersemayam pada setiap hati sanubari yang suci. Para Resi dan segenap umat manusia memuja keagungan-Nya yang menganugrahkan panjang umur, keturunan, binatang ternak yang subur, kekayaan dan cahaya spiritual. Brahman sebagai yang menganugrahkan mantram Gayatri yang bersifat gaib dijelaskan pula oleh kitab-kitab Vedanta. Gayatri sebagai ibu dari Chanda (metrum) Veda senantiasa memberi anugrah kepada penyembahnya. Gayatri adalah Sarasvati yang menjadi obyek pemujaan pada senja hari, membebaskan segala dosa yang dilakukan pada siang hari sebelumnya dan malam sesudahnya. Gayatri intisasi dari kekuatan maha kasih, menaklukkan kekuatan negatif, penuh cahaya gemerlapan. Gayatri adalah wujud semua dewata. Gayatri adalah kebenaran mutlak yang disimbolkan dengan Pranava adalah Savitri, adalah Sarasvati. Ia bersthana pada tiap hati penyembahnya.
Lebih jauh tentang Gayatri, di dalam Mahabharata (Bhismaparva IV.19) dinyatakan: Ia yang mengetahui dan merealisasikan kebenaran dan kesuciann Gayatri mantram memiliki segala kebajikan, ia tidak terbelenggu oleh keduniawian yang menghancurkan.
Bagaimanakah Gayatri dapat berfungsi sebagai penangkal Black Magic, marilah kita pendapat seorang Yogi besar pada abad ini, Swami Sivananda sebagai berikut: "Dari seluruh mantram yang sangat tinggi dan terpenting yang merupakan kekuatan dari segenap tenaga, maha besar adalah Gayatri Mantram. Hal inilah yang mendorong setiap orang yang mencari kebenaran sejati yang meyakini keampuhan, kekuatan dan keagungan mantram ini yang tidak membedakan seseorang dalam kelahiran, kepercayaan, sekta dan perbedaan lainnya. Hanyalah satu keyakinan dan kesucian hati dapat merealisasikannya. Sungguh Gayatri Mantram adalah senjata dan benteng spiritual yang benar-benar tangguh yang menjaga dan melindungi Sadhaka-Nya (yang melakukan praktek Gayatri/Gayatri Sadhana), yang mentransformasikan (mengubah perilaku) menjadi suci dan dirahmati dengan cahaya spiritual yang terang benderang. Apapun Istadevata (dewa pujaan) anda, dengan secara teratur melakukan Japa Gayatri (mengucapkan berulang-ulang mantram Gayatri) dengan sarana Japamala (tasbih) setiap hari, Tuhan Yang Maha Esa akan menganugrahkan kebajikan, ketentraman dan kebahagiaan di dunia ini maupun di alam sana. Adalah anggapan yang keliru bahwa mantram ini hanya digunakan oleh para Pandita saja. mantram ini dapat dipakai secara universal, mantram ini ditujukan kepada Yang Maha Agung. Mantram ini adalah satu-satunya mantram yang membimbing menuju cahaya spiritual yang transendental bagi kemanusiaan. Mantram ini adalah mantram yang paling luhur dari semua mantram, adalah Brahman itu sendiri. Mantram ini diakui dan diterima oleh segenap atau berbagai macam siswa kerohanian, ada yang meyakini sebagai pemujaan kepada dewi Durga, Hari, Asditya, dan juga sebagai yang maha murni, Brahman yang Nirguna. Cahaya kerohanian akan memancar bagi para Brahmacari, memberikan dorongan, kesejahtraan dan ketentraman bagi para Grhastha (bagi yang berumah tangga). Demikian pula kekuatan dan kebahagiaan bagi Vanaprastha (yang mengurangi ikatan keduniawian). , juga sejak Brahmacari dengan upacara Upanayana (penganugrahan mantram Gayatri pertama kali oleh guru) sampai seseorang menjadi sannyasin (Yogi). Gayatri mantra merupakan pembimbing, pendorong dan pemberi kekuatan sepanjang hidup.
Bagi uamt Hindu di India, sejak bayi baru lahir (sehabis dimandikan oleh perawat), seorang rohaniwan atau orang tuanya (bapak atau pamannya) membisikkkan mantram Gayatri pada masing-masing lobang telinga kanan dan kiri. Anak yang mendapat bisikan mantram sejak lahirnya, akan sehat dan cerdas dan patuh kepada orang tuanya. Demikian pula bagi yang dalam keadaan sakit, mendapatkan halangan (kecelakaan), mimpi buruk, tidak mendapatkan pekerjaan, tidak memperoleh anak.keturunan atau yang menginginkan anak laki-laki atau perempuan dianjurkan untuk merapalkan dengan kekhusukkan dan kesucian hati mahon karunia Sang Hyang Widhi melalui mantram Gayatri yang sangat utama ini.
Bila seseorang terlatih melakukan pemujaan dan Japa Gayatri, maka mantram Gayatri akan berfungsi sebagai Kavaca (baju spiritual) yang melindungi tubuh seseorang dari berbagai penyakit dan pikiran-pikiran jahat. Demikian pila bila di rumah seluruh keluarga mantap melakukan puja Tri Sandhya dan Japa Gayatri, maka mantram ini berfungsi sebagai Panjara (benteng) yang melindungi keluarga yang bersangkutan dari berbagai gangguan Bhuta, Kala, Desti dan lain sebagainya. Pengalaman bagi mereka yang telah melakukan hal ini secara sungguh-sungguh membuktikan berbagai gangguan magic dapat berhasil diatasi. Bahkan seorang teman yang kehilangan sepeda motornya dengan tekun melakukan Gayatri Sadhana, pencurinya sendiri yang mebawakan motornya itu kembali. Berbagai mujizat yang telah dapat dialami oleh mereka yang dengan tekun melakukan Japa Gaytri atau Gayatri Sadhana. Ternyata Gayatri sangat ampuh menanggulangi black magic.

Mari Belajar BHAGAWAD GITA


II. PERCAKAPAN KEDUA :

SAMKHYA YOGA

Arjuna menolak untuk bertempur, tetapi Krisna menghiburnya dan tidak membenarkan ia bersedih dan bimbang hati demikian. Dalam Bab ketiga ini Krisna menjelaskan bahwa orang yang mengerti tidak akan bersedih pada kematian maupun kehidupan, sebab orang mesti mati. Dalam peperangan hanya badan jasmani yang mati dan jiwa tidak pernah mati. Yang mengerti itu sebenarnya tidak membunuh siapa-siapa. Kewajiban seorang ksatria adalah berperang menegakkan kebenaran,, memperoleh kemenangan didunia sini dan kebahagian didunia sana, dan bertempur dalam peperangan bukan melakukan dosa. Kehilangan kehormatan lebih buruk daropada kematian.

Kematian berarti pengantian badan jasmani, dan jiwa sebagai penghuni badan jasmani ini berpindah-pindah kebadan jasmani lain, bagaikan menganti baju lama dengan baju baru.
Pusatkan pikiran pada kesucian, bertindak tanpa mengharapkan pahala kerja, serahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Tahu.

Teguhkan iman untuk samadi, hilangkan nafsu, takut dan amarah, hadapi senang dan duka bersatu dengan Brahman.

II. Percakapan kedua

(1) samjaya uvacha:

tam tatha kripaya vishtam
asrupurnakulekshanam
uvacha madhusuudanah

artinya :

Samjaya berkata:
Kepadanya, yang diliputi rasa belas kasihan
Dengan pelupuk mata digenangi airmata
Dan rasa remuk redam dalam hati
Madusudana berkata begini

Madusudana adalah Krisna sendiri. Di sini Arjuna mesara belas kasihan kepada sanak keluarganya, yaitu Kaurawa, yang ia akan perangi. Tetapi rasa belas kasihan Arjuna ini tidaklah sesuai dengan sifat-sifat orang Arya; sebab walaupun sebagi sanak keluarganya, Kaurawa sesungguhnya merupakan musuh-musuhnya yang jahat dan sngat berbahaya.

(2) sribhagavan uvacha:

kutas tva kasmalan idam
vishame samupasthitam
anaryajustam asvargyam
akirtikaram arjuna

artinya :

Sri Bhagawan berkata:
Darimana datangnya duka dan lemah hati?
Pada saat krisis seperti ini,
Semangat bukan orang ksatria,
Tidak luhur dan memalukan, oh Arjuna

Sri Bagawan adalah Krisna sendiri. Dalam bab III inilah krisna, sebagai guru-nya mulai mengungkapkan kepada Arjuna siapa sebenarnya Dia. Dengan maksud agar Arjuna dapat melepaskan dirinya dari keragu-bimbangannya seperti ternyata dalam bab ii. Krisna mengungkapkan doktrin tentang jiwa yang tidak termusnahkan, mendorong kebangkitan semangat ksatrianya, menunjukan jalan Tuhan kepadanya dan merintis tindakan-tindakan kerja serta kewajiban hidup dalam dunia.

Perkataan anaryajustam berarti tidak sesuai dengan sifat-sifat Arya yang mempunyai ciri-ciri berani, tegas, agung dan luhur budi pekerti.

(3) klaibyam ma sma gamah partha

nai 'tat tvayy upapadyate
kshudram hridayadaubalyam
tyaktvo 'ttishtha paramtapa

artinya :

jangan biarkan kelemahan itu, oh parta
sebab itu tidak sesuai bagimu
enyahkan rasa lemah dan kecut itu
banhkitkanlah! Oh pahlawan jaya

parta adalah Arjuna sendiri, dan perkataan paramtapa sebenarnya berarti pebakluk musuh-musuhnya. Disini penakluk musuh-musuh adalah tiada lain Arjuna sendiri, sebagai pahlawan yang selalu jaya, selalu menang dan menaklukan musuh-musuhnya. Ketia menyebut diademikian. Dengan maksud agar Arjuna benar-benar bertindak sebagai Ksatria yang berani menaklukan musuh-musuhnya.

(4) arjuna uvacha:

katham bhisman aham samkhye
dronam cha madhusudana
tshubbih pratiyotsyami
pujarhav arisudana

artinya :

Arjuna berkata:
Tetapi bagaimana ku, 'oh Madusudana
Bisa menyerang Bisma dan Drona
Mereka yang patut kuhormati,
Dengan panah dalam pertempuran ini, Arisudana?

Madusudana dan Arisudana, kedua-duanya adalah nama lain dari Krisna.

(5) Gurun ahatva hi mahanudhavan

Sreyo bhoktum bhaikshyam api 'hi loko
Hatva 'rthakamams tu gurun ihai 'va
Bhunjiya bhogan rudhirapradigdhan

Artinya :

Di dunia ini lebih baik jadi peminta-minta
Daripada membunuh Guru-guru yang mulia
Walaupun mabuk duniawi, namun tetap guruku
Dan membunuh mereka berarti hidup berlumuran darah.

Perkataan arthakaman sebenarnya berarti kekayaan atau harta benda, dan perkataan rudhirapradigdhan berlumuran darah. Arjuna yang dalam sejarah kemanusian berarti penderitaan, kesengsaraan, penindasan dan ketidakadilan.

(6) Na chai 'tad vidmah kataran no gariyo

Yad va jayena yadi va no jayeyuh
Yan eva hatva na jijivishamas
Te 'vasthitah pramukhe dhartarastrah

artinya :

aku tidak tahu mana pasti lebih penting
apakah kita tumpas mereka atau mereka taklukan kita
putra-putra Dritarastra yang kita bunuh
dan tidak harapkan hidup, berdiri siap di depan kita

(7) karpanyadoshopahatas vabhavah

prichchhami tvam dharmasammudhachetah
yach chhreyah syan nischitam bruhi tan me
sishyas te'ham sadhi mam tvam prapannam

artinya :

hati lemah, pikiranku kacau balau
tentang tugas kewajiban, aku bertanya pada-Mu
terangkanlah kepadaku dengan pasti mana lebih baik
aku murid-Mu, pada-Mu kuberlindung, tunjukkan padaku!

Arjuna kini tidak saja merasa putus asa, kecemasan, bimbang ragu tetapi juga mengharap sepenuhnya kepada petunjuk dari Guru-nya. Kepada Krisna diharapkan cahaya terang. Kebenaran yang dapat menyebkan ia bisa melihat mana yang benar dan mana yang salah.
Perkataan nischitam berarti: untuk jelasnya atau untuk pastinya.

(8) na hi prapasyami mama panudyad

yach chhokam uchchhosanam indriyaanam
avapya bhumav asapatnam riddham
rajyam suranam api cha 'dhipatyam

artinya :

sebab, aku tidak melihat yang dapat
mengenyahkan duka ini mematikan pancaindriaku
walaupun seandainya aku mendapat kekayaan dan kekuasaan
tiada taranya di bumi dan kedaulatan atas kayangan

Arjuna tidak menginginkan apa-apa selain melepaskan jiwanya dari agoni yang sangat menyiksanya. Konflik jiwanya harus disembahkan dan harus mencapai kesadaran baru yang menyeluruh

(9) sanjava uvacha:

evam uktva hrishikesam
gudakesah paramtapam
na totsya iti govindam
uktva tushnim babhuva ha

artinya :

sanjaya berkata: setelah menerangkan kepada Krisna
Gudakesa berkata kepada Gowinda:
"aku tidak hendak bertempur"
dan kemudian diam tertegun

dengan berkata "aku tidak hendak bertempur". Arjuna telah memutuskan dalam hatinya tanpa menunggu penadapat dan nasehat Gurunya. Tetapi dengan keadaannya terdiam (tushnim babhuva) suara kebenaran akan dapat didengar. Disinilah Sri Bagawan (Krisna) mendapat kesempatan untuk menyampaikan ajaran-ajaranya kepada Arjuna yang ada dalam keadaan menderita tekanan jiwa dari agoni yang sangat berat. Gudakesa = Arjuna dan Gowinda = Krisna.

(10) tam uvacha hrishikesah

prahasann iva bharata
senayor ubhayor madhye
vishidantam idam vachah

artinya :

dalam keadaan duka nestapanya
di tengah-tengah kedua pasukkan, oh Barata
dengan agak tersenyum Hrisikesa
berkata kepadanya seperti ini:

Barat di sini adalah maharaja Dristarastra. Dalam sloka ini, Hrisikesa (Krisna) dinyatakan tersenyum, bagaikan cahaya kilat yang menerangi gumpalan awan gelap yang terbayang pada wajah Arjuna. Senyuman Krisna ini adalah sebagai kunci pembuka hati Arjuna untuk menerima ajaran-ajaran suci daripadanya supaya membedakan antara jiwa atau rokh dan badan jasmani ini.

(11) sribhagavan uvacha
asochyan anvasochas tvam
prajnavadams cha bhahase
gatasun agatasums cha
na nusochanti panditah

artinya :

Sri Bagawan berkata:
Engkau berduka bagi mereka yang tak patut kau sedihi
Namun engkau bicara tentang budi pekerti
Orang budiman tidak akan bersedih
Baik bagi yang hidup maupun yang mati

Dalam versi Kashmir baris kedua dari sloka ini berbunyi pra jnavat na abhibhashase yang berarti: engkau berbicara tidak sebagai seorang cendikiawan.

(12) na tv eva 'ham jatu na 'sam

na tvam ne 'me janadhipah
na chai 'va na bhavishyamah
sarve vayam atah param

artinya :

tidak pernah ada saat di mana
aku, engkau dan para raja ini tidak ada
dan tidak akan ada saat dimana
kita berhenti ada, sekalipun sesudah ini

sudah barang tentu yang dimaksudkan Krisna dalam sloka ini "aku, engkau dan para raja" bukanlah badan jasmani, melaikan jiwa yang ada didalam badan jasmani masing-masing, yamng merupakan bagian terkecil daripada jiwa Alam Semesta. Karena ketidaktahuanlah jiwa individu-individu terbungkus oleh badan jasmani yang terbatas ini merupakan multi ego, seolah-olah terpisah dari kosmos ego. Jiwa yang telah mencapai kelepasan, bersatu dengan jiwa kosms, atau kosmos ego, sedangkan jiwa yang tidak menemui kelepasan mengembara dari satu kelahiran ke-kelahiran lain, selalu terkungkung oleh badan jasmani, dalam bentuk multi ego.

(13) dehino 'smin yatha dehe

kaumaram yauvanam jara
tatha dehantarapaptir
dhiras tatra na muhyati

artinya :

setelah memakai badan ini dari masa
kecil hingga muda dan tua
demikian jiwa berpindah kebadan lain
ia yang budiman tidak akan tergoyahkan.

Manusia memang ditakdirkan untuk hidup melaui masa kecil, masa muda dan masa tua, serta melalui kelahiran dan kematian dan tidak langgeng. Tetapi jiwa yang ada didalamnya tidak mengalami perubahan. Hanya jasmaninyalah yang tidak kekal.

(14) matrasparsas tu kauntenya

sitoshnaskhaduhkhadah
agamapayino 'nityas
tams titikshasva bharata

artinya :

hubungan dengan benda jasmaniah, oh Arjuna
menimbulkan panas dan dingin, senang dan duka
dan semua ini datang dan pergi, tidak abadi
karena pikullah, wahai Kuntipura.

Sesungguhnyalah sikap senang dan duka ini ditentukan oleh kekuatan dan badan jasmaniah kita. Tidaklahg benar bahwa seseorang pasti akan bersenang kalau ia mengalami sukses dan bersedih kalau ia menemui kegagalan. Orang dapat mempunyai sikap yang sama sempurna terhadap keduanya; sebab keakuan-lah yang sebenarnya menikmati atau menderita akibat kebiasaan tersebut. Keakuan ini akan terus berbuat demikian selama jiwa dikungkung oleh badan-jasmani ini, dan tergantung kepada pengetahuan dan tindakkan jiwa itu sendiri, tetapi apabila jiwa ini mencapai kelepasan, maka kesadaran menjadi terang, dan ia akan menerima segala sesuatunya (panas dan dingin suka dan duka) dengan tenang dan sempurna, karena ia tahu bahwa semua itu akan datang dan pergi.

(15) yam hi na vyathayanty ete

purusham purusharshabha
samaduhkhasukham dhiram
so 'mritatvaya kalpate

artinya :

orang yang tidak tergoyahkan ini
oh Arjuna, yang tetap dalam duka
dan senang, yang teguh iman
patut hidup kekal abadi

hidup kekal abadi adalah berbeda dengan yang dialami oleh semua mahkluk hidup di dunia ini, ia melebihi hidup dan mati, tidak dihinggapi senang dan duka, panas dan dingin, tidak diganggu oleh segala macam kejadian. Hidup kekal abadi ini adalah kesempurnaan kesadaran akan satunya jiwa dengan Jiwa Alam Semesta yang langgeng.

(16) na 'sato vidyate bhavo

na bhavo vidyate satah
ubhayor api drishto 'ntas tv
anayos tattvadarsibhih

artinya :

apa yang tiada, tak akan pernah ada
apa yang ada tak akan pernah berhenti
keduanya hanya dapat dimengerti
oleh orang yang melihat kebenaran

perkataan sat berarti ada atau nyata dan saat berarti tiada atau tak nyata. Dalam sloka ini sat dimaksudkan jiwa dan asat adalah badan jasmani. Jadi yang nyata adalah jiwa dan yang tak nyata adalah badan jasmani, sebab dalam jangka waktu tertentu badan jasmani tidak tinggal sama, dan sebaliknya yang nyata akan tetap tinggal sama. Seluruh gejala phenomena didunia ini adalah tidak pernah kekal, tiada tinggal sama, sebab itu adalah tak nyata. Jiwa itulah nyata!

(17) avinasi tu tad viddhi

yena sarvam idam tatam
vinasam avyayasya 'sya
na kashcid kartum arhati

artinya :

ketahuilah yang melingkupi semua ini
tidak dapat dihancurkan
tidak seorangpun dapat dimusnahkan
Dia, yang tidak mengenal kemusnahan

Perkataan tatam berarti melingkupi, mencakupi. Dia yang melingkupi semua ini adalah Jiwa atau Atman.

(18) antavanta ime deha

nityasyo 'ktah saririnah
anasino 'prameyasya
tasmad yudhyasva bharata

artinya :

badan jasmani yang membungkus Dia
yang langgeng, tiada terhancurkan
dan tiada terbatas akan habis
sebab itu bertempurlah, wahai Barata

di sini Barata dimaksudkan Arjuna sendiri. Perkataan aprameya berarti tidak terbatas, tidak dapat diukur, dan perkataan sariri berarti jiwa yang sejati dari tiap individu yang tidak dapat dipikirkan sebab tidak dapat dikenal dengan ilmu pengetahuan yang biasa.

(19) ya enam vetti hantaram

yas chai 'nam manyate batam
ubhau tau na vijanito
na 'yam hanti na hanyate

artinya :

ia yang mengira Dia sebagai pembunuh
dan Dia yang percaya Dia dapat dibunuh
adalah kedua-duanya dungu, sebab
Dia tidak pernah membunuh dan dibunuh

(20) na jayante mriyate va kadachin

na 'yam bhutva bhavita va na bhuyah
ajo nityah sasvato 'yam purano
na hanyante hanyamane sarire

artinya :

Dia tidak pernah lahir dan mati
Juga setelah ada tak'kan berenti ada
Da tidak terlahirkan, kekal, abadi dan selamanya
Dia tidak mati di kala badan jasmani mati

Krisna mencoba mengungkapkan kepada Arjuna perbedaan antara jiwa dan bukan jiwa (badan jasmani), yang dalam istilah Samkhya disebut purusha dan prakriti, dimana jiwaitu tidak mengenal lahir, hadir, tumbuh, berubah, rusak dan mati seperti benda-benda dan mahkluk hidup biasa.

(21) veda 'viasinam nityam

ya enam ajam avyayam
katham sa purusha partha
kam ghatayati hanti kam

artinya :

yang mengetahui Dia yang tak termusnahkan
langgeng, tanpa lahir, tidak berubah
bagaimana ia bisa, oh Parta
membunuh dan menyuruh membunuhnya?

(22) vasamsi jirnani yatha vihaya

navani grihnati naro 'parani
tatha sarirani vihaya jirnany
anyani samyati navani dehi

artinya :

ibarat orang menanggalkan pakaian lama
dan mengantikannya dengan yang baru
demikian jiwa meninggalkan badan tua
dan memasuki jasmani yang baru

jiwa yang langgeng tidak berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain, tetapi jiwa yang terbelenggu bergerak dari satu badan kebadan yang lain. Tiap kelahiran membawa badan (anna), hidup (prana) dan pikiran (manah) yang terbentuk daripada materia lam menurut evolusinya dimasa yang kan datang. Apabila badan jasmani menjadi tua dan hancur, maka manah sebagai pembalut jiwa itu merupakankesadaran baginya untuk berpindah-pindah dari satu badan kebadan lainnya, yang disebut inkarnasi atau numitis. Inkarnasi atau numitis ini adalah hukum alam, dan hubungan ini adalah objektif dalam evolusi alam semesta.

(23) nai 'nam chhindati sastani

nai 'nam dahati pavakah
na chai 'nam kledayanty apo
na soshayati marutah

artinya :

senjata tidak dapat melukai Dia
dan api tidak dapat membakar-Nya
angin tidak dapat mengeringkan Dia
dan air tidak dapat membasahi-Nya

perkataan Dia dan Nya dalam sloka ini sama dengan jiwa.

(24) achchhedyo 'yam adahyo 'yam

akledyo 'soshya eva cha
nithyah sarvagatah sthanur
achalo 'yam sanatanah

artinya :

dia tidak dapat dilukai, dibakar
juga tidak dapat dikeringkan dan dibasahi
Dia adalah abadi, tiada berubah
Tidak bergerak, tetap selama-lamanya

(25) avyakto 'yam achintyo 'yam

avikaryo 'yam uchayate
tasmad evam viditvai 'nam
na 'nusochitum arhasi

artinya :

Dia dikatakan tidak termanisfestasikan
Tidak dapat dipikirkan, tidak berubah-ubah
Dan mengetahui halnya demikian
Engkau hendaknya jangan berduka

Jadi jiwa itu dikatakan mengatasi segala elemen materi, kekal abadi, dan tidak terpikirkan. Oleh karenanya jiwa tidak dapat menjadi subjek maupun objek daripada tindakan atau pekerjaan. Dengan lain perkataan, jiwa itu tidak terkena akibat daripada perobahan-perobahan yang dialami oleh pikiran, hidup dan badan jasmani. Semua bentuk ini bisa berubah, datang dan pergi, tetapi jiwa itu tetap langgeng untuk selamanya.

(26) atha chai 'nam nityajatam

nityam va manyase mritam
tatha 'pi tvam mahahaho
nai 'nam schitum arhasi

artinya :

seandainya engkau berpikir bahwa
dia terus-menerus lahir dan mati
namun, oh Pahlawan Bersenjata Sakti
engkau hendaknya jangan berduka.

Perkataan mahabaho berasal dari mahantam babu yasya (tvam) dan berarti "yang bersenjata sakti (perkasa)". Yang dimaksudkan dengan perkataan ini ialah Arjuna sendiri. Dalam sloka ini, demi untuk argumentasi agar jelas bagi Arjuna, Krisna mempergunakan perumpamaan dari segi jasmaniah, yaitu : seandainya jiwa ini memang dapat lahir dan mati namun arjuna tidak patut bersedih. Sebab, kalau kedudukan itu sudah dilenyapkan, maka dosa, neraka dan sorga tidak akan ada lagi kelak sesudah hidup ini.

(27) Jatasya hi dhruvo mrityur

Dhruvam janma mritasya cha
Tasmad aparriharye 'rthe
Na tvam sochitum arhasi

Artinya :

Bagi yang lahir kematian sudahlah tentu
Bagi yang mati kelahiran adalah pasti
Dan ini tiada terelakan
Karenanya engkau tak patut bersedih

Walaupun kematian itu tidak dapat dielakkan, namun tidakla berarti kita harus membenarkan pembenuhan, bunuh diri dan peperangan. Kita tidak bisa dengan sengaja mengharapkan kematian orang lain dengan alasan bahwa semua orang akan mati. Benarlah hidup ini diakhiri kematian, semua kemajuan akan lenyap, dan tidak sesuatupun yang tetap kekal dilihat dari segi kesementaraannya, namun kesadaran jiwa yang sempurna dapat menjadi kenyataan, dan perkembangan menuju inti tujuan hanya tergantung pada soal waktu dan kejadian-kejadian kosmos dalam dunia ini.

(28) avyaktadini bhutani

vyaktamadhyani bharata
avyaktanidhananany eva
tatra ka paridevana

artinya :

makluk pada mulanya tidak kelihatan
hanya kelihatan pada waktu pertengahan
dan menghilang pada akhirnya
kenapa mesti bersedih, oh Batara?

Maksud Krisna dalam sloka ini adalah untuk menjelaskan bahwa apa yang dikatakan mahkluk itu, yang pada mulanya dan pada akhirnya tidak ada, hanyalah merupakan ilusi pada pertengahannya, yamh oleh karenanya tidak boleh dibiarkan mempengaruhi jiwa kita.

(29) ascharyavat pasyati kaschid enam

ascharyavad vadati tathai 'va cha 'nyah
ascharyavach chai 'nam anyah srinoti
srutva 'py enam veda na chai 'va kascihit

artinya :

ada orang telah melihat kebesan-Nya
yang lain bicara tentang keagungan-Nya
juga ada yang mendengar tentang kemuliaan-Nya
tetapi tak seorang, setelah mendengar, mengerti-Nya

hanya sedikit sekali yang telah melihat, mendengar dan berbicara tentang dia, karena hanya sedikitlah orang yang merelakan dirinya untuk menjalani disiplin diri, keyakinan membaja dan merelakan diri berbuat kebajikkan tanpa menharapkan buahnya. Walaupun banyak orang yang mempunyai keinginan untuk memiliki kebenaran abadi ini, namun mereka menderita kebimbangan dan kelemahan. Biarpun seandainnya mereka tiada merasa bimbang, namun kebanyakkan daripada mereka tidak sanggup menderitanya dalam mencari kebenaran tersebut.

(30) dehi nityam avadhyo 'yam

dehe sarvasya bharata
tasmat sarvani bhutani
na tvam sochitum arhasi

artinya :

penghuni badan setiap orang semua
tidak akan dapat dibunuh
karenanya, oh Barata, jangan duka
atau kematian mahkluk apapun

dalam sloka ini Karisna kembali menyatakan betapa jiwa atau Atman itu sebagai penghuni badan jasmani ini tidak bisa dibunuh. Yang hanya dapat dibunuh adalah badan jasmani, sebab itu krisna menganjurkan kepada Arjuna supaya bertempur sebagai Ksatria

(31) svadharmam api chaa 'vekshya

na vikampitum arhasi
dharmyad dhi yuddhach chhreyo 'nyat
kshatriyasya na vidyate

artinya :

apalagi sadar akan kewajibanmu
engkau tidak boleh gentar
bagi ksatria tiada kebahagian lebih besar
daripada bertempur menegakkan kebenaran

perkataan swadharma berarti: budi-pekerti pribadi seseorang yang tepat menurut kawajiban hidupnya sendiri swadharma.Arjuna adalah sebagai kesatria, yang mempunyai tugas kewajiban unytuk bertempur demi kebenaran, yaitu membela tanah air, bangsa dan agama.

(31) yadrichchhaya cho 'papannam

svargadvaram apavritam
sukhinah kshatriyah partha
labhante yuddham irisam

aretinya :

berbaringlah para ksatria, oh Parta
dapat kesempatan untuk bertempur
tanpa dicari-cari baginya
pintu sorga telah terbuka

(32) atha chet tvam imam dharmyam

samgramam na karishyasi
tatah svadharmam kirtim cha
hitva papam avapsyasi

artinya :

tetapi jika engkau tiada melakukan
perang menegakkan kebenaran ini
meninggalkan kewajiban dan kehormatanmu,
maka dosa papalah bagimu

(33) atha chet tvam imam dharmyam

samgramam na karishyasi
tatah svadharmam kirtim cha
hitva papam avapsyasi

artinya :

tetapi jika engkau tiada melakukan
perang menegakkan kebenaran ini
meninggalkan kewajiban dan kehormatanmu,
mana dosa-papalah bagimu

sesunguhnya yang dimaksudkan dengan perkataan perang dan ksatria dalam sloka-sloka ini adalah mengandung pengertian yang lebih mendalam dan bersifat spirituil. Perang menegakkan kebenaran disini dimaksudkan lebih dari membela tanah air, bangsa dan agama.yaitu pergulatan bathin antara yang benar dan yang salah. Mereka yang menghindarinya karena perasaan palsu, lemah dan takut akan dosa. Demikian pula yang dimaksud dengan ksatria disini bukanlah asal kelahiran atau keturunan ethnologi melainkan psikophisik seseorang yang memiliki sifat-sifat dan pengertian akan svadharma.

(34) akirtim cha 'pi bhutani

kathayishyanti te 'vyayam
sambhavitasya cha 'kirtir
maranad atirihyate

artinya :

orangkan terus membicarakan nama burukmu
dan bagi orang yang terhormat
kehilangan kehormatan sungguh itu
lebih buruk daripada kematian

(35) bhayad ranad uparatam

mamsyante tvam maharathah
yesham cha tvam bahumato
bhutva yasyasi laghavam

artinya :

para pahlawan besar akan mengira
engkau, pengecut lari dari pertempuran
dan mereka yang pernah memuja
engkau, merendahkan dengan penghinaan

(36) avachyavadams cha bahun

vadishyanti tava 'hitah
nindatas tava samarthyam
tato dunkhataram nu kim

artinya :

banyak caci maki dilontarkan kepadamu
oleh mereka musuh-musuhmu
menjelekkan dan menghina kekuatanmu,
adakah yang lebih sedih dari itu?

(37) hato va prapsyasi svargam

jitva va bhokshyase mahim
tasmad uttishtha kaunteya
yuddhaya kritanischayah

artinya :

andaikata tewas, engkau 'kan pergi kesorga
atau kalau menang , engkau 'kan nikmati dunia
maka itu bangkitlah, kunti putra
bulatkan tekad, bertempur maju

setelah mengungkapkan kebenaran yang tertinggi, yaitu Jiwa atau Atman, dan ketidak-kekalan badan jasmani,Krisna selanjutnya dalam sloka-sloka diatas menerangkan tugas kewajiban seorang ksatria, baik dilihat dari segi kebenaran metaphisika ataupun kewajiban sosial pada umunya. Jelaslah kepada kita, bahwa adalah mungkin untuk mencapai kesempurnaan yang lebih tinggi dengan jalan melakukan tugas-kewajiban kita atas dasar kebenaran.

(38) sukhaduhkhe same kritva

labhalabhau jayajayau
tato yuddhaya yujyasva
nai 'vam papam avapsyasi

artinya :

dengan menganggap suka dan duka
laba rugi, menang dan kalah, sama
kemudian terus maju bertempur
engkau tiada melakukan dosa

walaupun Arjuna telah menyatakan bahwa ia tidak menginginkan kemenangan, kesenangan duniawi dan kekuasaan yang tidak terbatas (seperti dalam sloka I.32 dan II.8), namun Krisna disini bermaksud untuk menjelaskan suatu methode dan bukan mengharapkan agar dia menginginkankan sorga dan kebahagian duniawi, dan bhwasannya hanya dengan semangat dan keyakinan yang menyatakan suka dan duka, menang dan kala itu sama, maka Dia dapat melakukan tugas kewajibannya dalam situasi dimana ia berada dengan tanpa ikatan pada keinginan memperoleh hasilnya. Dengan jalan demikian Karma dapat dilaksanakan dengan tanpa menambah bebanya, dan jalan menuju kelepasan dapat ditempuh.

(39) esha te 'bhihita samkhye

buddhir yoge tv imam srinu
buddhya yukto yaya paartha
karmabandham prahasyasi

artinya :

itulah bagimu ajaran Sankhya
dan kini dengarkanlah ajaran yoga
bila engkau bersedia menerimanya, oh Parta
engkau akan terlepas dari ikatan Karma

dalam Bab ini ada dua bagian yang terpisahkan walaupun sesungguhnya kedua bagian tersebut merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu bagian pertama mengandung ajaran-ajaran Sankhya dan bagian kedua berisikan ajaran-ajaran yoga. Dalam ajaran Sankhya. Krisna mengungkapkan kepada Arjuna pengertian tentang jiwa, atau purusha, atau Atman, yang mengatasi segala element materiil, kekal-abadi dan yang berbedah dengan badan jasmaniah yang tidak kekal atau selalu berubah-ubah;ajaran yoga, atau lebih jelasnya Karmayoga, menguraikan pengetahuan tentang Atman yang tidak dapat dimusnahkan dan kekal abadi yang harus diterapkan kepada sikap, tindakkan dan kerja yang nyata untuk membebaskan-Nya dari ikatan kelahiran dan kematian. Sikap, tindakkan dan kerja yang bagaimana?. Yaitu sikap, tindakkan dan kerja yang tidak mempunyai motif kepentingan diri pribadi dan tidak mengharapkan hasilnya.

Karmayoga adalah ajaran-ajaran yang mengungkapkan agar Atman dibebaskan dari ikatan karmabandham (ikatan hasil kerja)

Dalam bagian kedua bab ini (slika-sloka berikutnya). Krisna menguraikan kepada Arjuna bagaimana Yoga itu harus dilaksanakan dalam prakteknya.

(40) ne 'ha 'bhikramanaso 'sti

pratyavayo na vidyate
svalpam apy asya dharmasya
trayate mahato bhayat

artinya :

dalam hal ini tiada hal sia-sia
tiada rintangan tidak teratasi
walau sedikit dari dharma ini
akan membebaskan cengraman ngeri

dalam Karmayoga setiap sikap, tindakkan dan kerja tidak ada yang hilang dan sia-sia, dan semua usaha akan meninggalkan nilai kebersihan dan kesucian jiwa setiap individu yang melaksanakan sikap, tindakan dan kerjanya benar-benar tanpa motif kepentingan diri pribadi dan harapan akan buah hasilnya. Tetapi sebaliknya, apabila sikap, tindakkan dan kerja semata-mata penuh didasarkan atas motif kepentingan diri sendiri dan mengharapkan akan buah dan hasilnya, maka skumulasi karma akan terus bertambah dan ikatan kelahiran dan kematian akan bertambah kuat. Inilah yang dimaksudkan dengan cengkraman ngeri (mahato bhayat).,

(41) vyasayatmika buddhir

eke 'ha kurunandana
bahusakha by anantas cha
boddhayo 'vyavasayinam

artinya :

yang pikirannya bulat, kurunandana
menjurus ke arah satu tujuan
tetapi yang masih ragu-ragu, pikirannya
bercabang dan tiada habis-habisnya

pikiran bulat, diarahkan menuju suatu tujuan membutuhkan latihan dan konsentrasi yang harus dipertumbuhkan.

(42) yam imam pushpitam vacham

pravadanty avipaschitah
vedavadaratah partha
na 'nyad asti 'ti vadinah

artinya :

kata-kata muluk dan menarik
diucapkan oleh orang-orang munafik
menikmati apa yang tersurat dalam Veda
dan berkata "tiada lain hanya ini!", oh Parta

(43) kamatmanah svargapara

janma karma phala pradam
kriya visesha bahulam
bhogaisvaryagatim prati

artinya :

nafsu pribadi dan sorga jadi tujuan
memberikan inkarnasi sebagai pahal
dan mereka mengajarkan aneka warna upacara
untuk memperoleh kenikmatan dan kekuasaan

dalam kedua sloka tersebut diatas. Krisna menunjukkan kepada Arjuna kekeliruan orang-orang yang mengatakan dirinya guru dengan mengajarkan pengikut-pengikut memperoleh pahala, kesenangan+kekayaan+kekuasaan, dengan jalan upacara-upacara beraneka warna seperti tercantum dalam kitab-kitab suci Weda. Ini bukanlah dimaksudkan oleh Krisna.

(44) bhogaisvarya prasaktanam

taya 'pahritachetasam
vyavasayatmika buddhih
samadhau na vidhiyate

artinya :

mereka yang pikirannya terpengaruhi
keinginan akan kenikmatan dan kekuasaan
terjebak oleh ajaran-ajaran demikian
tak terpusatkan, tidak patut untuk samadi

dengan perkataan samadhi dimaksudkan pemusatan pikiran kepada kesadaran akan adanya Brahman (Yang Langgeng dan Maha Tahu) yang diperoleh dengan jalan meditasi terus-menerus dan mendalam. Orang yang pikirannya selalu diburu oleh kekayaan, kenikmatan dan kekuasaan tidak mungkin dapat dipusatkan. Oleh karenanya tidak mungkin dapat bersamadhi.

(45) traigunya vishaya veda

nistraigunyo bhava 'rjuna
nirdvandvo nitya sattvastho
niryogakshema atmavan

artinya :

Veda menguraikan tentang triguna, Arjuna
Bebaskan dirimu daripadanya, juga dari dualisme
Pusatkan pikiranmu kepada kesucian
Lepaskan dirimu dari duniawi, bersatu dengan Atman

Yang dimaksudkan dengan triguna adalah sattva, rajas dan tamas,sedangkan guna berarti sifat, atribut dan karakter daripada prakriti atau alam atau badan jasmaniah. Dalam hal ini Krisna hendak menjelaskan kepada Arjuna bahwa prakriti atau benda jasmaniah memiliki tiga sifat, antribut dan karakter, yaitu sattva, rajas dan tamas. Sattva berarti sifat, antribut dan karakter yang cerdas, terang bersih, bahagia, tenang. Rajas berarti sifat, atribut dan karakter yang lincah, campur baur, bernafsu, susah, gelisah. Tamas berarti sifat, atribut dan karakter yang tolol, gelap, kotor, pulas dan mati. Jadi benda atau badan jasmaniah ini memiliki salah satu daripada guna tersebut.

Krisna mengharapkan agar Arjuna membebaskan diri daripada ketiga (tri) macam guna tersebut diatas, atau dengan perkataan lain, membebaskan dirinya daripada ikatan sifat, atribut dan karakter badan jasmaniah ini. Juga ikatan dari dualisme, yaitu baik dan buruk, senang dan suka, panas dan dingin dan sebagainya.

(46) yavan artha udapane

sarvatah samplutodake
tavan sarveshu
brahmanasya vijanatah

artinya :

seperti sebuah kolam di daerah banjir
digenang air di mana-mana
demikian kitab suci Veda
bagi brahmana yang arif-bijaksana

dalam sloka ini Krisna memberikan suatu perbandingan bahwa seseorang yang telah memiliki pengetahuan tentang atman pada dirinya, maka tiada perlu lagi baginya melakukan persembahyangan dan upacara-upacara seperti tercantum dalam kitab-kitab suci Weda, seperti halnya kalau sudah ada air dimana-mana maka tidak dibutuhkan lagi untuk membuat kolam.

(47) karmany eva dhikaras te

ma phaleshu kadachana
ma karmaphala hetur bhur
ma te sango 'stv akarmani

artinya :

kewajiban kini hanya bertindak
bekerja tiada mengaharapkan hasil
jangan sekali phala menjadi motifmu
jangan pula bediam diri jadi tujuaanmu

dalam sloka ini bukanlah dimaksudkan bahwa "bekerja tanpa mengharapkan hasil", orang lalu bersikap ingkar dari segala tujuan bekerja, seperti digambarkan dalam contoh berikut ini : seorang petani yang dengan rajin mengerjakan sawahnya, ketika padinya telah menguning dan masak dituai, karena mengharapkan hasilnya, ia sendiri lalu membakar habis padinya. Bukan ini yang dimaksudkan! Tujuan yang tertinggi dari seseorang adalah bekerja dan bertindak untuk melepaskan jiwanya menuju pembebasab abadi, bersatu dengan Atman.

Berdiam-diam atau masa bodo terhadap kewajiban dan tanpa bertindak atau bekerja adalah juga bukan dimaksudkan. Sebab, baik bekerja dengan mengharapkan pahalanya maupun masa bodo terhadap kewajiban kedua-duanya berarti membiarkan yang tidak habis-habisnya.

(48) yogasthah kuru karmani

sangam tyaktva dhanamjaya
siddhyasiddhyoh samo bhutva
samatvam yoga uchyate

artinya :

pusatkan pikiranmu pada kesucian
bekerjalah tanpa menghiraukan pahala, Dananjaya
tegaklah pada kesuksesan maupun kegagalan
sebab, keseimbangan jiwa adalah yoga

perkataan samatvam berarti penguasaan diri, keseimbangan jiwa. Dia yangdsapat menguasai dirinya, memiliki keseimbangan jiwa, menundukkan rasa peka, amarah, ambisi dan keangkuhan.

(49) durena hy avaram karma

buddhi yogad dhanamjaya
buddhau saranam anvichchha
kripana phala hetevah

artinya :

rendahlah derajat kalau hanya kerja
tanpa disiplin budi, oh Dananjaya
serahkanlah dirimu pada Yang Maha Tahu
Kasihan yang mengharap pahala dari kerja.


(50) buddhi yukto jahati 'ha

ubhe sukrita dushkrite
tasmad yogaya yujyasva
yogah karmasu kausalam

artinya :

orang yang bersatu dengan budi suci
bersikap bebas terhadap baik dan keji
oleh karenanya, laksanakanlah yoga
sebab yoga-lah mahatahu dalam kerja

orang yang mengerti karmayoga mencapai status yang lebih tinggi dimana ia terbebas dari dualisme, baik dan buruk. Ia tiada lagi mempunyai motif pribadi atas segala kerja yang dilakukan, dan oleh karennya ia terbebas dari sgala keburukkan dan kejahatan. Pikirannya seimbang, bening, tiada lagi diwarnai oleh sifat, atribut dan karakter yang dimiliki badan jasmaniahnya.

(51) karmaja buddhiyukta hi

phalam tyaktva manishinah
jamabandha vinirmuktah
padam gachchanty anamayam

artinya :

orang yang jiwanya bersatu dengan Yang Maha Tahu
tiada lagi mengharapkan pahala dari kerjannya
membebaskan diri dari ikatan kelahiran
mencapai tempat dimana duka nestapa tiada

orang yang terlepas dari ikatan kelahiran dan mencapai tempat yang tenang dimana tidak terasa lagi duka-nestapa disebut moksha. Moksha tidak pula dicapai walaupun seseorang masih hidup didunia kita ini, Moksha ini adalah kelepasan.

(52) yada te mohakalilam

buddhir vyatitarishati
tada gantasi nirvedam
srotavyasya srutasya cha

artinya :

apabila pikiranmu telah terbebakan
dari bayangan ilusi duniawi
engkau akan bersikap netral pada
apa yang engkau telah dengar da akan dengar nanti

(53) srutivi pratipanna te

yada sthasyati nischala
samadhav achala buddhis
tada yogam avapsyasi

artinya :

bila pikiranmu, yang dikacaukan sruti
tenang tidak tergoyahkan lagi
tetap seimbang dalam samadhi
itu berarti engkau mencapai yoga

kata-kata srotavya sruta dan sruti dalam kedua sloka di atas ini berarti : apa yang telah didengar, apa yang harus didengarkan dan apa yang telah didengarkan. Adapun yang dimaksud dengan sruti (apa yang sedang didengarkan) dalam sloka di atas adalah kitab-kitab suci Weda. Bagi orang yang telah mencapai kesadaranjiwa dan telah menyerahkan dirinya kepada Atman, maka ia tiada lagi membutuhkan kitab-kitab suci.
Ia telah berada ditingkat yang lebih di atas daripada itu.

(54) arjuna uvacha:

sthitaprajnasya ka bhasha
samadhisthasyta kesava
shitadhih kim prabhasheta
kim asita vrajeta kim

artinya :

Arjuna bertanya:
Apakah tandanya orang arif-bijaksanadan
Dan teguh iman untuk samadi, Oh kesawa
Betapa pula caranya berbicara
Cara duduk, atau berjalan?

Dalam sloka ini ada dua hal yang ditanyakan oleh Arjuna kepada Arjuna. Pertama, Arjuna ingin menegetahui bagaimana ciri-cirinya seseorang yang telah meyerahkan dirinya kepada Atman dikala ia bersamadi. Kedua, Arjuna ingin mengetahui betapa pula pengaruh kesadaran jiwanya terhadap tindak tanduk dan sikap hidupnya sehari-hari. Kesawa = Krisna.

(55) sribhagavan uvacha:
prajahati yeda kaman
sarvan partha manogatan
atmany eva 'tmana tushtah
sthitaprajnas tado 'chyate

artinya :

Sri Bagawan berkata:
Jika seseorang dapat melenyapkan, oh Parta
Segala nafsu yang timbul dalam hatinya
Dan puas hanya dengan baktinya kepada Atman
Maka ia disebut orang teguh beriman

Perkataan kamah berarti segala macam nafsu yang dapat memuaskan pancaindria manusia. Orang yang selalu ingin memuaskan nafsunya, selalu berusaha memburu sasarannya, objeknya. Sesungguhnya orang yang dalam keadaan demikian, bukannya nafsunya yang terkejar, melainkan hatinya tertangkap oleh objek nafsunya, tidak ubahnya sebagai ular yang dibungkus kulitnya sendiri. Jadi, orang yang dapat melepaskan dirinya dari hawa nafsu, dikatakan sebagai ular yang mengelupas kulitnya.

(56) duhkheshv anudvignamanah

sukheshu vigatasprhah
vita raga bhaya krodha
sthitadhir munir uchyate

artinya :

yang tidak sedih dikala duka
tidak melonjak kegirangan dikala bahagai
bebas dari nafsu, takut dan amarah
ia disebut orang suci teguh beriman

perkataan muni berarti orang yang sedang bersamadi. Nafsu, takut dan amarah adalah godaan yang jahat terhadap jiwa seseorang, sedangkan suka dan duka merupakan komponen daripada nafsu. Orang yang telah memutuskan dalam hatinya untuk melakukan meditasi dan berusaha melepaskan diri dari nafsu, takut dan amarah, lambat laun tiada lagi merasakan akibat daripada suka dan duka.
Dan pada suatu saat ia merasakan duka dan duka itu adalah sama. Pada waktu itulah ia telah dapat menguasai dirinya, menguasai godaan nafsu, takut dan amarah yang mulanya telah mengepung dia.

(57) yah sarvatra 'nabhisnehas

tat-tat prarya subhasubham
na 'bhinandati na dveshti
tasya prajna pratishthita

artinya :

yang tidak keinginan apapun jua
tiada lagi hiraukan senang atau duka
walau kebahagian atau kesedihan di hati
dinamakan memiliki keseimbangan jiwa

apabila kebahagian yang dihadapi, hendaknya jangan berlaku dipuji-puji, demikian pula sebaliknya kalau kesedihan yang dihadapi, hendaknya jangan dimaki-maki setengah mati. Ibarat bunga mekar dan kemudian layu, hendaknya diterima seadanya, jangan hanya diwaktu mekar disanjung-sanjung, tetapi dikala layu dibuang, ditendang jauh-jauh. Demikianlah orang memiliki keseimbangan jiwa menghadapi suka dan duka itu dengan sikap yang sama.

(58) yada samharate cha 'yam

kurmo 'ngani 'va sarvasah
indriyani 'ndriyarthebhyas
tasya prajna pratishthita

artinya :

ibarat penyu menarik kaki kedalam tubuhnya
ia menarik semua pancaindrianya
dari segenap objek keinginannya,
demikian jiwanya mencapai keseimbangan

(59) vishaya vinivartante

niraharasya dehinah
rasavarjam raso 'py asya
param drishtva nirvartate

artinya :

orang dapat mengekang hawa nafsunya
dan seleranya lenyap, tapi kerinduaanya tetap
dan kerinduan ini pun akan lenyap
bila Yang Maha Tahu menampakkan dirinya

hawa nafsu memang mungkin dapat dikekang dan objek keinginan akan dilenyapkan, dibuang jauh-jauh. Tetapi orang yang dapat mengekang hawa-nafsunya, belum tentu menyapu kerinduaan terhadap objek keinginannya dari dalam hatinya. Maka itu, pengekangan tidak saja terhadap pancaindria, tetapi juga terhadap jiwa, sehingga jiwa itu bersatu dengan Atman.
Dan bila jiwa berdatu dengan Atman, maka Yang Maha Tahu akan menampakkan diri-Nya.

(60) yatato hy api kaunteaya

purushasya vipaschitah
indriyani pramasabham manah

artinya :

walaupun ia adalah seorang budiman
telah berusaha sekuat tenaga, Kuntiputra
namun pancaindrianya yang liar
akan menyeret jiwanya dengan paksa

(61) tani sarvani samyamyam

yukta asita matparah
vase hi yasye 'ndriyani
tasya prajna pratishtthita

artinya :

setelah dapat menguasai semua itu
ia harus duduk memusatkan pikiran pada-Ku
sebab, yang dapat mengendalikan pancaindrianya
dinamakan memiliki keseimbangan jiwa

ku dalan sloka ini adalah sama dengan Yang Maha Tahu dalam sloka 59. Disini Krisna menjelaskan kepada Arjuna, bahwa tanpa pemusatan pikiran dan pengabdian jiwa terhadap Brahman (Yang Maha Esa), segala usaha seseorang akan sia-sia. Disiplin jiwa, bukan hanya pemusatan pikiran dan pengekangan hawa nafsu tetapi juga harus disertai dengan kemauan keras dan pengabdian yang terus-menerus.

(62) dhyayato vishayan pumsah

sangas teshu pajayate
sangat samjayate kamah
kamat krodho 'bhijayate

artinya :

bila orang memikirkan duniawi selalu
maka keinginan daripadanya lahir
dan keinginan ini timbulah nafsu
dan dari nafsu itu bangkitlah amarah

nafsu adalah kekuatan lahiriah yang tidak ada bandingannya. Orang bisa mencapai kemegahan dan kemewahan setinggi langit justru karena nafsu tiu. Demikian pula orang bisa terpelanting dan terjerumus kedalam jurang kesengsaraan dan kehinaan. Dan nafsu yang tidak mencapai sasarannya menimbulkan marah yang berkobar-kobar. Nafsu pasti menimbulkan ketenangan dan keseimbangan jiwa.

(63) krodhad bhavati sammohah

sammohat smritivibrahramah
smritibrahmsad biddhonaso
buddhinasat pranasyati

artinya :

dari amarah timbulah kebingungan
dari kebingungan hilang ingatan
hilang ingatan menghancurkan pikiran
kehancuran pikiran membawa kemusnahan

seperti dijelaskan dalam sloka terdahulu, hawa nafsu membangkitkan amarah. Dalam sloka ini dijelaskan oleh Krisna bahwa amarah adalah pangkal kemerosotan psiko seseorang. Emosi kemarahan ini menyeret jiwa seseorang kedalam kebingungan ini membungkus inteleknya. Sehingga kekuataan pikiran yang dipancarkan oleh intelek ini tertutup. Secara psikologis, orang itu dikatakan hilang ingatan. Hal ini dikuti oleh kekusutan (kehancuran) pikiran. Pikiran yang kusut tidak lagi mempunyai kekuatan membedakan dan tidak pula rasional. Pikiran yang tidak rasional inilah meluruskan jalan keruntuhan moral. Inilah yang dimaksudkan kemusnahan seseorang bukanlah ia lalu mati dalam artian jasmani, sebab kenyataan lahiriah biasa menunjukkan bahwa orang yang hidup penuh diliputi hawa nafsu sehari-hari kelihatan segar bugar.

Demikianlah Krisna menguraikan degradasi atau kemerosotan moral itu yang pankal mulanya berasal dari pikiran, yang secara halus dan tidak sadar menyusup kedalam jiwa.

(64) raga dvesha viyuktais tu

vishayan indriyais charan
atmavasyair vidheyatma
prasadam adhigachchati

artinya :

tetapi orang yang teguh beriman
walau hidup ditengah-tengah benda duniawi
tetap menguasai nafsunya, bebas dari suka & benci
mencapai kedamaian dalam jiwanya

(65) prasade sara duhkhanam

hanir asyo 'pajayate
prasanna chetaso hy asu
buddhih paryavatishthate

artinya :

dalam jiw ayang bersih hening
segala derita-kesengsaraan jadi sirna
pikiran orang berjiwa bersih demikian
bersemayam teguh dalam ketenangan

demikian orang yang membebaskan dirinya dari macam gangguan emosi lambat-laun mencapai keseimbangan yang cocok benar untuk samadi.

(66) na 'sti buddhir ayuktasya

na 'cha 'yuktasya bhavana
na 'cha 'bhavayatah santir
asantasya kutah sukhan

artinya :

yang melepas hawa-nafsu, tak punya kekuatan jiwa
jiwa lemah tidak dapat memusatkan pikiran
tanpa pemusatan pikiran tak mungkin ada ketenangan
dan tanpa ketenangan, di manakah ada kebahagian?

(67) indriyanam hi charatam

yan mano 'nuvidhiyate
tad asya harati prajnam
vayur navam iva 'mbhasi

artinya :

bila pikiran hanyut dalam pancaindria
penegertian baik juga terbawa olehnya
ibarat angin topan melanda
perahu hanyut dalam samudera

kontras dengan sloka 64. Dalam sloka ini dijelaskan betapa posisi seorang yang berpikiran dan pengertian baiknya terbawa hanyut oleh nilai-nilai keinginan pancaindrianya. Keinginan atau hawa-nafsu yang selalu bergerak dengan kuatnya (bila orang tiada teguh iman) dapat mnegombang-ambingkan jiwa, seperti diibaratkan sebuah perahu dalam sloka ini.

(68) tasmad yasya mahabaho

ningrihitani sarvasah
indriyani 'ndriyarthebhyas
tasya prajna pratishthita

artinya :

karenanya orang yang dapat mengendalikan
pancaindriannya dari segala nafsunya
objek keinginannya, oh Mahabahu
ialah jiwanya, mencapai keseimbangan

ini bukanlah berarti bahwa pancaindria itu dapat diputuskan dari nafsu dan objek keinginan seseorang. Ia hanya dapat dikendalikan dan ditaklukan oleh kemauan jiwa yang kuat. Mahabahu berarti: yang bersenjata perkasa (sakti) dan yang dimaksudkan adalah Arjuna (lihat sloka 26). Disini dimaksudkan : arjuna yang bersenjatakan memtal yang perkasa.

(69) ya nisa sarvabhutanam

tasyam jagarti samyami
yasyam jagrati bhutuni
sa nisa pasyato munch

artinya :

apa yang gelap bagi mahluk sekalian
adalah terang bagi yang mengetahui Atman
apa yang siang bagi mahluk sekalian
adalah malam bagi yang mengetahui Atman

bagi orang dan mahluk lainnya kebenaran abadi adalah gelap, tetapi bagi Munu (yaitu orang yang mengetahui Atman), kebenaran abadi adalah terang benderang. Ia dapat melihat apa yang masih gelap bagi orang biasa. Demikianlah perbedaan pandangan orang biasa dengan orang yang mengetahui Atman terhadap kebenaran abadi dalam hidup ini.

Selanjutnya, bagi orang biasa siang hari adalah waktu untuk melakukan segala macam aktivitas untuk mencapai kesenangan hidup dalam dunia ini : tetapi bagi Muni kebahagian ini hanya dapat diperoleh diwaktu malam sepi, dimana hiruk-pikuk dan sktivitas manusia sudah tidak ada lagi, hal mana yang sangat cocok untuk melakukan samadi. Jiwanya terjaga dikala orang biasa membangunkan panca indrianya bagi segala objek hawa-nafsu dalam hidup ini.

(70) apuryamanam achala pratishtham

samudram apah pravisanti yadvad
tadvad kama yam pravisanti sarve
sa santim apnoti na kamakami

artinya :

ibarat sungai mengaliri samudera
walau tetap diisi air namun tetap tenang
demikian orang berjiwa tenang mencapai kedamaian
tetapi bukan orang yang melepas hawa-nafsu

samudera yang luas tidak terpengaruh sama sekali oleh aliran air dari beribu-ribu sungai yang bermuara ditepinya. Demikianlah halnya orang yang telah menemukan kedamaian dalam jiwanya tidak terpengaruh oleh reaksi-reaksi jahar dari nafsu yang dihasilkan oleh objek kesenangan duniawi yang silih berganti melintas depanya selama hidupnya di dunia ini.

(71) vihaya kaman yah sarvan

pumams charatinihhsprihah
nirmamo nirahamkarah
sa santim adhigachchati

artinya :

orang yang mengenyahkan semua nafsunya
dan melangkah bebas tanpa keinginan
enyah dari perasaan "aku" dan "punyaku"
mencapai kedamaian dalam jiwanya

(72) esha brahmi sthitih partha

nai 'nam prapya vimuhyati
sthitva 'syam antakale ;pi
brahmanirvanam richchhati

artinya :

inilah tingkat kesucian, oh Parta
dia yang telah sampai ditingkat ini
walau maut tiba, tiada bingung lagi
dan mencapai nirwana bersatu dengan Brahman

orang yang telah melemparkan jauh-jauh hawa nafsu, tiada lagi mempunyai keinginan dan perhitunagn akan sesuatu untuk kebesaran atau keagungan dirinya sendiri. Ia tiada lagi mempunyai rasa ke-aku-an dan tiada memiliki benda jasmaniah sebagai kepunyaannya.

Dalam keadaan demikianlah ia disebut mencapai samtim, kedamaian, yaitu lenyapnya semua suka dan duka dalam kehidupan didunia kita ini.

Didalam evolusinya, ia lalu mencapai nirvana, kesempurnaan. Dalam kitab suci Dhammapada, Gautama Budhha menjelaskan seperti berikut : "kesehatan adalah keberuntungan yang terbesar, kepuasan (dalam kesederhanaan) adalah kekayaan yang paling melimpah-limpah, keyakinan adalah kawan sejati dan nirwana adalah kebahagian yang tertinggi". Inilah artinya nirwana.

Oranng yang mencapai nirwanaadalah mencapai tempat Brahman Yang Maha Tunggal, Yang Absolut, Jiwa Yang Maha Agung, dan tinggal selam-lamanya distu bersama-Nya.
Tempat ini disebut Brahmanirwana.

Ity srimad bhagavadgitasupanishatsu brahmavidyayam
Yogasastre srikrishnarjuna samvade
Samkhyayogo nama dvitiyo 'dhyayah

Maka berakhirlah bab kedua Upanishad Bhagavadgita
Mengenai ilmu penegtahuan tentang Yang Maha Esa
Kitab suci Yoga dan dialog antara Sri Krisna dan Arjuna yng berjudul SMKHYAYOGA